Usaha dalam mempelajari praktek
komunikasi dalam masyarakat Hindu, terutama masyarakat India modern, dapat
ditelusuri setidaknya lima dekade yang lalu (Majumdar, 1958). Namun, hal
tersebut hanya terjadi pada awal tahun 1980 dan untuk selanjutnya para sarjana
menekankan teori komunikasi ini dari perspektif Hindu (Dissanayake, 1981,
1982a, 1982b, 1983, 1986, 1987, 1988b, 1988c, Saral, 1983; Tewari, 1980;
Yadawa, 1982 , 1987). Tewari (1980, 1992) dan Yadawa (1987, 1998) berpendapat
bahwa sadharanikaran adalah konsep yang dalam konteks Hindu
mengacu pada apa yang dimaksud dengan ‘communis’ dalam bahasa
Latin dan ‘komunikasi’ versi modern dalam bahasa Inggris (juga lihat: Adhikary
, 2009b, hal 70). Dalam perjalanan waktu, sadharanikaran telah dikenal sebagai
teori komunikasi. Hal ini telah menjadi kebiasaan untuk menyebutkan sadharanikaran
sebagai teori komunikasi Hindu/India, dan banyak lembaga akademis di India telah
memasukkannya ke dalam kurikulum mereka.
Konsep
Komunikasi Sadharanikaran (KKS) merupakan representasi dari
proses komunikasi dalam perspektif Hindu. Ini merupakan deskripsi sistematis
dalam bentuk diagram dari proses mencapai pemahaman bersama, sebuah kondisi
timbal balik atau kesatuan antara pihak yang berkomunikasi. Ini menggambarkan
bagaimana pihak yang berkomunikasi berinteraksi dalam sistem (yaitu, proses sadharanikaran)
untuk pencapaian saharidayata. Saharidayata adalah konsep inti
yang mana makna sadharanikaran berada di atasnya. Ini adalah
keadaan dari orientasi, kesamaan, saling pengertian atau kesatuan umum. Dengan
selesainya proses sadharanikaran pihak yang berkomunikasi (pengirim dan
penerima pesan) akan menjadi sahridayas.
Sadharanikaran
merupakan salah satu teori yang signifikan dalam bahasa puisi Sansekerta,
memiliki akar dalam kitab Natyashastra dan diidentifikasi dengan Bhattanayaka.
Sedangkan, yang terakhir mengacu pada konsep komunikasi yang mengacu pada
konsep / teori sadharanikaran klasik bersama dengan sumber daya lainnya dalam
rangka untuk memvisualisasikan perspektif Hindu pada komunikasi.
Sahridayata adalah
konsep inti yang di atasnya makna sadharanikaran berada. Ini
adalah keadaan orientasi umum, kesamaan atau kesatuan. Pengirim dan penerima
menjadi sahridayas dengan selesainya proses sadharanikaran.
Dalam masyarakat yang memiliki hubungan asimetris antara pihak-pihak yang
berkomunikasi, hanya karena sahridayata komunikasi dua arah
dan saling pengertian dapat dicapai. Dengan demikian, pihak yang berkomunikasi
dapat mencapai sahridayata terlepas dari hirarki kasta, bahasa, budaya
dan praktik keagamaan yang kompleks, dan proses komunikasi memenuhi syarat
untuk dianggap sebagai sadharanikaran.
Sadharanikaran,
sebagai proses komunikasi, terdiri dari sahridayas sebagai
pihak yang berkomunikasi. Sebagai ‘istilah teknis’, kata tersebut menunjuk
kepada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengirim dan menerima pesan.
Mereka adalah pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, dan mampu
mengidentifikasi satu sama lain sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan.
Seorang sahridaya adalah orang yang berada dalam keadaan
intensitas emosional yang sama kedudukannya atau paralel dengan yang lain yang
terlibat dalam komunikasi. Idealnya, istilah ini mengacu pada orang-orang
tersebut yang tidak hanya bergerak di bidang komunikasi, tetapi juga yang telah
mencapai keadaan khusus: sahridayata. Dengan demikian, sahridaya
adalah seseorang yang telah mencapai sahridayata. Dengan demikian, sadharanikaran
adalah proses mencapai sahridayata, dan model sadharanikaran menggambarkan
proses tersebut.
Konsep komunikasi sadharanikaran mengilustrasikan bagaimana pihak-pihak yang berkomunikasi berinteraksi dalam sebuah sistem (proses sadharanikaran) untuk mencapai sahridayata. Konsep tersebut mengandung elemen di bawah ini:
Konsep komunikasi sadharanikaran mengilustrasikan bagaimana pihak-pihak yang berkomunikasi berinteraksi dalam sebuah sistem (proses sadharanikaran) untuk mencapai sahridayata. Konsep tersebut mengandung elemen di bawah ini:
- Sahridayas (Preshaka-pengirim
pesan, dan Prapaka-penerima pesan)
- Bhava (keadaan
pikiran atau hati atau emosi)
- Abhivyanjana (ekspresi
or encoding)
- Sandesha (pesan
atau informasi)
- Sarani (saluran)
- Rasaswadana (penerima pertama, decoding dan menginterpretasi pesan dan akhirnya mencapai rasa)
- Doshas (gangguan)
- Sandarbha (konteks)
- Pratikriya (proses
timbal balik)
Mengacu pada ilmu komunikasi, abhivyanjana dapat
diartikan sebagai sebuah ekspresi atau encoding. Dalam sadharanikaran,
encoding sendiri bisa diartikan sebagai penyederhanaan (simplification).
Penyederhanaan merupakan dimensi yang sangat esensial. Dalam proses komunikasi,
konsep-konsep dan ide-ide yang kompleks disederhanakan lewat sang sumber (speaker)
dengan menggunakan ilustrasi atau idiom-idiom sebagai sarana untuk terciptanya
pemahaman bagi si pendengar (receiver). Pendekatan ini membuat
komunikasi menjadi sesuatu yang dinamis, fleksibel, praktis dan instrumen
efektif bagi kontrol dan hubungan sosial.
Jika
komunikasi diambil sebagai proses langkah-demi-langkah, yang hanya demi
memudahkan pemahaman, sahridaya-preshaka (pengirim), yang
memiliki bhavas (suasana hati atau emosi atau pikiran atau
ide) dalam pikiran, adalah inisiator dalam proses tersebut. Sang sahridaya
(pengirim) harus melewati proses abhivyanjana untuk mengekspresikan bhavas
mereka dalam bentuk yang dapat dipahami. Ini adalah sahridaya-prapaka (penerima)
dengan siapa bhavas harus dibagi. Dia harus melewati
proses rasaswadana.
Posisi sahridaya pengirim
dan penerima sahridaya tidak statis. Kedua belah pihak
terlibat dalam proses abhivyanjana dan rasaswadana. Ketika sadharanikaran
berhasil, universalisasi atau generalisasi tengah berlangsung. Dalam
Natyashastra sendiri, Bharata Muni telah menekankan pada upaya komunikasi total
termasuk penggunaan kata-kata serta anggota badan, gerak tubuh, dan bahasa
tubuh bersama dengan konteks fisik untuk memastikan komunikasi yang terbaik.
Manusia dalam esensi
karakteristiknya merupakan ‘tumpukan’ bhavas yang membentuk
keberadaan dan bentuknya yang merupakan bagian dari kesadaran totalnya. Hal ini
disebabkan oleh bhavas, yang selalu manusia tuju, terlibat
dalam komunikasi atau proses sadharanikaran. Jika tidak ada bhavas dan
manusia tidak punya keinginan untuk berbagi bhavas mereka
dengan orang lain, maka tidak akan ada kebutuhan komunikasi. Para bhavas telah
dikategorikan ke dalam jenis yang berbeda, seperti sthayee bhavas (permanen
dominan), atau vyabhichari sanchari bhavas (bergerak atau
sementara) dan satvika atau sattvaja bhavas (berasal
dari pikiran, temperamental).
Gambar
1. Konsep Komunikasi Sadharanikaran
Abhivyanjana
mengacu pada kegiatan di mana sang sumber menerjemahkan bhavas menjadi
bentuk yang dapat dirasakan oleh indera. Hal ini dapat dipahami sebagai
ekspresi atau pengkodean dalam bahasa istilah komunikasi dalam perspektif
barat. Pedoman utama ketika pengkodean sadharanikaran adalah
penyederhanaan. Dalam proses komunikasi, konsep yang kompleks dan ide-ide
disederhanakan oleh pembicara (source)dengan ilustrasi dan idiom
yang tepat bagi pemahaman para pendengar (penerima pesan). Pendekatan ini
membuat komunikasi yang dinamis, fleksibel, instrumen praktis dan efektif
hubungan sosial dan kontrol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar