Kategori

Senin, 12 Februari 2018

Shadaranikaran Sebagai Konsep Komunikasi Hindu


            Usaha dalam mempelajari praktek komunikasi dalam masyarakat Hindu, terutama masyarakat India modern, dapat ditelusuri setidaknya lima dekade yang lalu (Majumdar, 1958). Namun, hal tersebut hanya terjadi pada awal tahun 1980 dan untuk selanjutnya para sarjana menekankan teori komunikasi ini dari perspektif Hindu (Dissanayake, 1981, 1982a, 1982b, 1983, 1986, 1987, 1988b, 1988c, Saral, 1983; Tewari, 1980; Yadawa, 1982 , 1987). Tewari (1980, 1992) dan Yadawa (1987, 1998) berpendapat bahwa sadharanikaran adalah konsep yang dalam konteks Hindu mengacu pada apa yang dimaksud dengan ‘communis’ dalam bahasa Latin dan ‘komunikasi’ versi modern dalam bahasa Inggris (juga lihat: Adhikary , 2009b, hal 70). Dalam perjalanan waktu, sadharanikaran telah dikenal sebagai teori komunikasi. Hal ini telah menjadi kebiasaan untuk menyebutkan sadharanikaran sebagai teori komunikasi Hindu/India, dan banyak lembaga akademis di India telah memasukkannya ke dalam kurikulum mereka.
Konsep Komunikasi Sadharanikaran (KKS) merupakan representasi dari proses komunikasi dalam perspektif Hindu. Ini merupakan deskripsi sistematis dalam bentuk diagram dari proses mencapai pemahaman bersama, sebuah kondisi timbal balik atau kesatuan antara pihak yang berkomunikasi. Ini menggambarkan bagaimana pihak yang berkomunikasi berinteraksi dalam sistem (yaitu, proses sadharanikaran) untuk pencapaian saharidayata. Saharidayata adalah konsep inti yang mana makna sadharanikaran berada di atasnya. Ini adalah keadaan dari orientasi, kesamaan, saling pengertian atau kesatuan umum. Dengan selesainya proses sadharanikaran pihak yang berkomunikasi (pengirim dan penerima pesan) akan menjadi sahridayas.
Sadharanikaran merupakan salah satu teori yang signifikan dalam bahasa puisi Sansekerta, memiliki akar dalam kitab Natyashastra dan diidentifikasi dengan Bhattanayaka. Sedangkan, yang terakhir mengacu pada konsep komunikasi yang mengacu pada konsep / teori sadharanikaran klasik bersama dengan sumber daya lainnya dalam rangka untuk memvisualisasikan perspektif Hindu pada komunikasi.
Sahridayata adalah konsep inti yang di atasnya makna sadharanikaran berada. Ini adalah keadaan orientasi umum, kesamaan atau kesatuan. Pengirim dan penerima menjadi sahridayas dengan selesainya proses sadharanikaran. Dalam masyarakat yang memiliki hubungan asimetris antara pihak-pihak yang berkomunikasi, hanya karena sahridayata komunikasi dua arah dan saling pengertian dapat dicapai. Dengan demikian, pihak yang berkomunikasi dapat mencapai sahridayata terlepas dari hirarki kasta, bahasa, budaya dan praktik keagamaan yang kompleks, dan proses komunikasi memenuhi syarat untuk dianggap sebagai sadharanikaran.
Sadharanikaran, sebagai proses komunikasi, terdiri dari sahridayas sebagai pihak yang berkomunikasi. Sebagai ‘istilah teknis’, kata tersebut menunjuk kepada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengirim dan menerima pesan. Mereka adalah pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi, dan mampu mengidentifikasi satu sama lain sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan. Seorang sahridaya adalah orang yang berada dalam keadaan intensitas emosional yang sama kedudukannya atau paralel dengan yang lain yang terlibat dalam komunikasi. Idealnya, istilah ini mengacu pada orang-orang tersebut yang tidak hanya bergerak di bidang komunikasi, tetapi juga yang telah mencapai keadaan khusus: sahridayata. Dengan demikian, sahridaya adalah seseorang yang telah mencapai sahridayata. Dengan demikian, sadharanikaran adalah proses mencapai sahridayata, dan model sadharanikaran menggambarkan proses tersebut.
Konsep komunikasi sadharanikaran mengilustrasikan bagaimana pihak-pihak yang berkomunikasi berinteraksi dalam sebuah sistem (proses sadharanikaran) untuk mencapai sahridayata. Konsep tersebut mengandung elemen di bawah ini:
  1. Sahridayas (Preshaka-pengirim pesan, dan Prapaka-penerima pesan)
  2. Bhava (keadaan pikiran atau hati atau emosi)
  3. Abhivyanjana (ekspresi or encoding)
  4. Sandesha (pesan atau informasi)
  5. Sarani (saluran)
  6. Rasaswadana (penerima pertama, decoding dan menginterpretasi pesan dan akhirnya mencapai rasa)
  1. Doshas (gangguan)
  2. Sandarbha (konteks)
  3. Pratikriya (proses timbal balik)
            Mengacu pada ilmu komunikasi, abhivyanjana dapat diartikan sebagai sebuah ekspresi atau encoding. Dalam sadharanikaran, encoding sendiri bisa diartikan sebagai penyederhanaan (simplification). Penyederhanaan merupakan dimensi yang sangat esensial. Dalam proses komunikasi, konsep-konsep dan ide-ide yang kompleks disederhanakan lewat sang sumber (speaker) dengan menggunakan ilustrasi atau idiom-idiom sebagai sarana untuk terciptanya pemahaman bagi si pendengar (receiver). Pendekatan ini membuat komunikasi menjadi sesuatu yang dinamis, fleksibel, praktis dan instrumen efektif bagi kontrol dan hubungan sosial.

Jika komunikasi diambil sebagai proses langkah-demi-langkah, yang hanya demi memudahkan pemahaman, sahridaya-preshaka (pengirim), yang memiliki bhavas (suasana hati atau emosi atau pikiran atau ide) dalam pikiran, adalah inisiator dalam proses tersebut. Sang sahridaya (pengirim) harus melewati proses abhivyanjana untuk mengekspresikan bhavas mereka dalam bentuk yang dapat dipahami. Ini adalah sahridaya-prapaka (penerima) dengan siapa bhavas harus dibagi. Dia harus melewati proses rasaswadana.
            Posisi sahridaya pengirim dan penerima sahridaya tidak statis. Kedua belah pihak terlibat dalam proses abhivyanjana dan rasaswadana. Ketika sadharanikaran berhasil, universalisasi atau generalisasi tengah berlangsung. Dalam Natyashastra sendiri, Bharata Muni telah menekankan pada upaya komunikasi total termasuk penggunaan kata-kata serta anggota badan, gerak tubuh, dan bahasa tubuh bersama dengan konteks fisik untuk memastikan komunikasi yang terbaik.
            Manusia dalam esensi karakteristiknya merupakan ‘tumpukan’ bhavas yang membentuk keberadaan dan bentuknya yang merupakan bagian dari kesadaran totalnya. Hal ini disebabkan oleh bhavas, yang selalu manusia tuju, terlibat dalam komunikasi atau proses sadharanikaran. Jika tidak ada bhavas dan manusia tidak punya keinginan untuk berbagi bhavas mereka dengan orang lain, maka tidak akan ada kebutuhan komunikasi. Para bhavas telah dikategorikan ke dalam jenis yang berbeda, seperti sthayee bhavas (permanen dominan), atau vyabhichari sanchari bhavas (bergerak atau sementara) dan satvika atau sattvaja bhavas (berasal dari pikiran, temperamental).
Gambar 1. Konsep Komunikasi Sadharanikaran
            Abhivyanjana mengacu pada kegiatan di mana sang sumber menerjemahkan bhavas menjadi bentuk yang dapat dirasakan oleh indera. Hal ini dapat dipahami sebagai ekspresi atau pengkodean dalam bahasa istilah komunikasi dalam perspektif barat. Pedoman utama ketika pengkodean sadharanikaran adalah penyederhanaan. Dalam proses komunikasi, konsep yang kompleks dan ide-ide disederhanakan oleh pembicara (source)dengan ilustrasi dan idiom yang tepat bagi pemahaman para pendengar (penerima pesan). Pendekatan ini membuat komunikasi yang dinamis, fleksibel, instrumen praktis dan efektif hubungan sosial dan kontrol.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar